Pertama-tama puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Segala yang sudah memberikan takdir aku bisa membangun rumah tangga denganmu. Kedua, untuk orang tuaku karena sebelum aku denganmu, semuanya ditanggung mereka. Untuk orang tuamu juga: terima kasih untuk mereka karena telah melahirkan orang yang akhirnya bisa diajak berjuang bersama untuk bertahan di sisa usiaku. Lalu, aku juga berterima kasih kepadamu, yang kini aku panggil suami. Karena sudi aku panggil suami. Hehehe, tidak juga. Lebih dari itu, karena sudah sudi menanggung aku. Semoga aku tidak memberatkan hidupmu di dunia dan akhirat. Semoga.
Ada beberapa hal yang mungkin baiknya kamu tahu. Oh, ya sebelumnya, aku tidak tahu kamu akan membaca ini kapan. Semoga tidak kapan-kapan, karena kapan-kapan kemungkinan besar akan menjadi tidak pernah. Jadi, secara umum yang akan aku sampaikan ini berlaku sejak kamu mengucapkan akad untuk meminangku, bukan setelah kamu baca catatan ini. Sebuah disclaimer.
Suamiku, aku yakin kamu sekarang suamiku. Pastinya, karena kita punya buku nikah. Satu untukku, satu untukmu. Dan juga cincin kawin. Sebentar, cincin kawinmu tidak kamu gadaikan di Pegadaian, kan? Atau kamu jual di tukang emas dekat Pasar? Awas saja jika iya! Kecuali memang kesepakatan kita untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masih bisa aku maafkan.Walau mungkin aku kecewa. Entah aku tunjukkan atau tidak.
Suamiku, aku mungkin tidak pandai membuat kue. Tapi yang lain aku pandai, tenang. Salah satunya pijat. Tanya saja keluargaku, pijatanku itu seperti apa. Tapi, ya itulah prinsipku! Aku lebih memilih tidak pandai bikin kue, karena aku masih izinkan kamu membeli kue di toko kue atau di warung atau di pasar. Tapi, jangan harap untuk yang pijit! Aku tidak akan mengizinkanmu untuk pijat di luar. Kecuali memang kamu ajak aku pijat di luar bersama di Spa atau Pusat Kebugaran. Pokoknya denganku.
Suamiku, aku punya beberapa ketakutan yang harus kamu tahu. Pertama, pasti aku takut kepada Tuhan, karena kalau tidak aku bisa kena azab yang pedih. Kedua, takut kepadamu. Takut kamu tidak suka makanan pedas, karena aku pasti akan sering memasak masakan yang pedas ketimbang yang lain. Ketiga, orang tuaku. Aku takut kalau mereka sudah rindu akut denganku. Aku hanya anak tunggal, aku tidak bisa mewakilkan kakakku atau adikku untuk melampiaskan rinduku jika aku jauh dari mereka, mungkin salah satunya karena aku ikut denganmu. Keempat, kecoa. Untuk hal yang ini, aku mohon kamu bisa kooperatif untuk memeranginya. Ketakutanku pada dia sebenarnya hanya ketika dia sudah dibasmi, lalu terbang dan menempel di bajuku. Kamu tidak boleh takut, sebab jika takut aku tetap tidak mau tahu karena kamu harus berani. Terakhir, diriku sendiri. Aku tidak jarang takut dengan diriku sendiri. Mungkin terdengar aneh ya? Tapi memang begitu, Suami. Bukan karena aku takut gendut, takut rambutku memutih, atau punya flek hitam. Bukan. Tapi aku takut jika aku tidak bisa menjadi diriku sendiri ketika aku sedang bersamamu.
Suamiku, aku suka John Mayer dan Didi Kempot. Jadi jangan heran, jika aku sering memutarkan lagu dari mereka. Aku suka John Mayer karena tanpa John Mayer, tugas akhirku tidak ada isinya. Selain itu, John Mayer ganteng. Tapi percuma, tidak bisa kumiliki. Aku malah punya kamu, mungkin tidak se ganteng John Mayer, tapi kamu rajin memberiku nafkah, baik lahir maupun batin. Terima kasih ya, Sayang! Lalu, John Mayer itu skill bermain gitarnya sudah tingkat dewa. Aku dari muda pernah bermimpi sepertinya asyik punya pasangan yang bisa memainkan aku, eh maksudnya alat musik. Tapi kalau kamu tidak bisa, sudah tidak apa-apa. Toh kamu bisa yang lain hehehe. Dan John Mayer tidak bisa. Aku juga suka Didi Kempot. Aku sudah mengenalnya lebih dulu dari kamu. Iya, aku bahkan bisa hafal lagu-lagunya dari aku umur 4 tahun. Sampai besar begini, aku selalu menjunjung tinggi Didi Kempot. Karena lagu-lagunya punya lirik sedih, tapi nadanya gembira. Hal ini yang memberikanku inspirasi ketika sedih, kita harus senantiasa bergoyang. Nanti pasti lupa sedihnya.
Suamiku, aku ingin betul jadi petani. Semoga ketika kamu membaca ini, aku sedang mengusahakannya atau malah sudah jadi petani. Menjadi petani itu kehormatan karena kamu bisa memuliakan banyak makhluk sekaligus. Ketika proses tanam, kamu akan berusaha membuat tanah itu menjadi subur dan gembur. Penduduk-penduduk underground atau bawah tanah yaitu cacing akan mulia karena kita memperhatikannya. Lalu, saat benih disemai lalu dipindahkan ke media tanam yang lebih layak, kamu bisa memuliakan tanaman tersebut. Karena pasti setiap hari kamu akan datang ke kebun, mengeceknya dan berusaha membuatnya sehat. Setelah tiba masa panen, kamu bisa memuliakan sesama, memuliakan manusia. Karena apa? Karena kamu bisa memberikan sumber pangan untuk mereka. Eh, maaf bukan memberikan, sih. Semua ini pemberian Tuhan. Paling tidak kamu bisa memberikan mereka pilihan untuk makanan yang baik. Itu pun juga termasuk memuliakan makhluk.
Suamiku, tetaplah tersenyum. Karena jika kamu bersedih, aku pasti ikut bersedih. Kalau kamu tersenyum, kemungkinannya bisa dua: aku ikut senyum atau diam saja. Biar dikata gila karena senyum melulu. Tapi gila itu tidak buruk ya! Bahagia karena senyum melulu. Orang waras malah yang buruk! Stress sedikit langsung bersedih. Tapi jangan sampai gila, kecuali kamu tergila-gila denganku hehehe. Aku siap jadi psikeater jika gilamu adalah gila karenaku. Aku akan siap mendampingimu dengan pesan-pesan dan obat pelurus itu, itu jalan pikir.
Komentar
Posting Komentar